
Hanya tim sempurna yang bisa mengimbangi Brasil. Begitu kesim- pulan Pelatih Sven-Goran Eriksson setelah Pantai Gading disikat Brasil 1-3. Cile berkembang pesat sejak ditangani Pelatih Marcelo Bielsa. Namun, seperti Pantai Gading, Cile tak berdaya menandingi superioritas Brasil yang menang 3-0 (2-0) pada babak 16 besar di Stadion Ellis Park, Johannesburg, Senin (28/6) atau Selasa dini hari WIB.
Dua gol Brasil tercipta hanya dalam rentang waktu tiga menit, yakni lewat sundulan bek Juan pada menit ke-35 dan ceplosan striker Luis Fabiano tiga menit kemudian. Tandemnya, Robinho, mempertegas superioritas ”Samba” atas tim sesama Amerika Selatan melalui gol pada menit ke-59. Ini gol pertama Robinho di Piala Dunia.
Kemenangan meyakinkan ini mengantarkan Brasil ke perempat final dan bakal dijajal salah satu poros kekuatan sepak bola Eropa, Belanda, di Port Elizabeth, Jumat depan. ”Kami hanya bisa katakan, superioritas Brasil terlalu berat bagi kami,” kata Marcelo Bielsa, Pelatih Cile, seusai laga.
Kesimpulan Eriksson dan Bielsa sudah cukup menjadi peringatan serius bagi Belanda. Finalis Piala Dunia 1974 dan 1978 ini melaju ke babak delapan besar setelah memukul Slowakia 2-1. Seperti Pantai Gading dan Cile, tim Belanda juga berkarakter menyerang dan duel lawan Brasil bakal jadi ujian berat mereka.
Saat melawan Brasil, Cile dengan percaya diri tampil menyerang lewat tiga penyerang (Humberto Suazo, Mark Gonzalez, dan Alexis Sanchez). Sepanjang 30 menit pertama mereka memberikan perlawanan hebat, merepotkan Brasil hingga memaksa Kaka melakukan pelanggaran dan diganjar kartu kuning serta membuat beberapa peluang.
Keputusan Bielsa memainkan sepak bola menyerang—dalam sisi lain juga dianggap kelemahannya menempa lini pertahanan—cukup berisiko mengingat Cile kehilangan dua bek tengah pilar, Gary Medel dan Waldo Ponce, karena diskors. Mereka membayar keberanian bermain terbuka lawan Brasil setelah laga melewati 30 menit pertama.
Kepala Juan menyambar bola lambung sepak pojok Maicon pada menit 35. Di tengah perlawanan hebat mereka, gol ini dirasakan pemain Cile bak palu godam. Belum pulih kesadaran untuk bangkit, tembakan Fabiano hasil umpan satu sentuhan Kaka sudah kembali menjebol gawang mereka.
Pesan bagi Belanda
”Ketika lawan bermain menyerang seperti itu, Brasil selalu mendapat banyak peluang. Itu yang persis terjadi hari ini dan kami memetik keuntungan,” ujar Fabiano. Ini jelas harus diperhitungkan Belanda. Bagi Brasil, permainan menyerang lawan adalah perangkap empuk untuk balik menikam dan memanen gol-gol.
Namun, Pelatih Bielsa anti- permainan negatif. Dalam posisi tertinggal dua gol, setelah turun minum, ia justru menarik bek Pablo Contreras dan memasukkan gelandang Rodrigo Tello. Ia juga menyegarkan lini depan dengan mengganti Gonzalez dengan Jorge Valdivia. Menit ke-59, Ramires merobek pertahanan Cile dengan melewati tiga pemain dan menyodorkan bola kepada Robinho, yang sukses menjaringkan bola ke gawang.
Cile menjadi tim Amerika Selatan pertama yang tersingkir. Adapun Brasil mencatatkan diri sebagai tim yang selalu lolos ke perempat final setelah Piala Dunia 1990 saat mereka disingkirkan Argentina di putaran kedua. Pesan bagi Belanda seolah disampaikan kiper Cile, Claudio Bravo. ”Kami menyerang sangat bagus, tetapi kami juga harus tahu kapan harus bertahan,” katanya.
Pelatih Brasil Dunga mengubah sedikit formasi lini tengah timnya menyusul cederanya Felipe Melo dan Elano. Melo digantikan Ramires, sementara Elano digantikan Daniel Alves yang diplot sebagai gelandang. Dari segi permainan, penampilan Lucio dan kawan-kawan tidak menarik ditonton.
Tidak ada permainan passing, aliran bola antarkaki pemain Brasil sering tersendat, dan beberapa atraksi skill individu yang coba mereka peragakan juga gagal. Hiburan bagi 54.096 penonton yang didominasi suporter Brasil itu hanyalah tiga gol tersebut. Sebagian dari penggemar Samba bahkan telah meninggalkan kursi stadion sebelum laga berakhir.
Namun, sesuai dengan filosofi yang ditanamkan Dunga, pemain Brasil tidak peduli lagi permainan indah. Bagi mereka, yang penting adalah kemenangan.
”Setelah ini, laga yang bakal terjadi adalah dua kekuatan tradisional dengan para pemain hebat masing-masing. Laga tersebut bakal lebih berat dan semakin berat,” kata Lucio, kapten Brasil, soal duel melawan Belanda di perempat final.
Pekerjaan rumah besar bagi Pelatih Belanda Bert van Marwijk adalah bagaimana menghentikan Brasil? Ia mungkin bisa belajar dari tim-tim seperti Kolombia, Venezuela, dan Bolivia yang bisa menahan imbang tanpa gol di kualifikasi Amerika Selatan. Mereka menumpuk pemain di belakang, menunggu saat tepat untuk menyerang balik.
Butuh taktik Mourinho
Pelatih Argentina Diego Maradona, yang timnya berpeluang bertemu Brasil di final jika kedua tim melaju mulus, jauh-jauh hari telah menyatakan butuh nasihat Pelatih Real Madrid Jose Mourinho. Sekalipun pernyataan terlontar bukan dalam konteks melawan Brasil, taktik permainan negatif ala Mourinho mungkin manjur untuk menghentikan Brasil.
Adapun bagi Dunga, tuntutan suporter Brasil sudah jelas. Seperti diekspresikan poster suporter Brasil di Stadion Ellis Park bertuliskan ”Brasil, 6”, mereka menuntut trofi juara keenam. ”Berkat kualitas para pemain Brasil, selalu ada ekspektasi Brasil bakal juara. Namun, menjadi favorit tidak berarti Anda pasti akan menjuarai Piala Dunia,” kata Dunga. (Mh Samsul Hadi dari Ellis Park, Johannesburg)
SUMBER : bola.kompas.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !